Publikasi - Advetorial - Iklan - Bisnis - Charity
Today
{"ticker_effect":"slide-v","autoplay":"true","speed":3000,"font_style":"normal"}

Dinasti Politik, Covidnya Demokrasi Indonesia

Oleh Yohanes Wempi

Padang – mimbarminangnews.com – Pada tahun 2019 pernah mengupas tuntas tentang dinasti politik merusak tatanan demokrasi Minangkabau, tulisan ini dimuat khusus dimedia Posmetro Padang.

Saya mengupas jaringan dinasti politik yang terjadi di Minangkabau dalam proses pileg 2019. Tulisan itu mendapat tanggapan serius, ada telpon khusus dari senior yang menyesalkan tulisan itu dibuat.

Saya termasuk orang yang prihatin dengan dinasti politik tanpa melalui proses, tapi calon tersebut instan muncul akibat orang tuanya adalah pejabat negara.

Sekarang kecemasan yang saya tuangkan dalam tulisan itu akhirnya terjadi melalui keputusan sidang MK membukak cela bahwa anak Jokowi berpeluang menjadi bakal calon wakil presiden yang diisukan mendampingi Prabowo Subianto.

Praktik politik dinasti sepanjang era reformasi benar – benar menggejala dan menggila. Untuk kali kesekian publik disuguhi praktik politik dinasti. Terparah dinasti politik ini diera Jokowi, sampai presiden terseret ke sikap dinasti ini.

Politik dinasti jelas bertentangan dengan budaya demokrasi yang sedang tumbuh di negeri tercinta. Sebab, politik dinasti pasti mengabaikan kompetensi dan rekam jejak.

Bahkan, politik dinasti bisa mengebiri peran masyarakat dalam menentukan pemimpin. Yang menyedihkan, politik dinasti sengaja dibingkai dalam konteks demokrasi. Dalam alam demokrasi prosedural sekarang, masyarakat seakan diberi peran.

Menurut Ibnu Khaldun bahwa pernah mengingatkan bahaya politik dinasti. Dengan tegas Ibnu Khaldun menyatakan bahwa politik dinasti pada saatnya bisa mengakibatkan kehancuran negara. Dalam konteks budaya modern, praktik politik dinasti atau ashabiyah dalam bahasa arab juga menjadi persoalan serius.

Apalagi jika politik dinasti dijalankan dalam suasana demokrasi yang sedang tumbuh dan berkembang. Karena praktik politik dinasti sangat berbahaya, pemerintah dan legislatif harus merumuskan regulasi yang tegas.

Bermula dari budaya politik kekerabatan itulah, praktik politik dinasti semakin menggurita. Idealnya ada batasan maksimal untuk jabatan di publik. Hal tersebut penting supaya publik tidak disuguhi 4L (lu lagi, lu lagi).

Praktik politik dinasti pada saatnya akan mengganggu proses checks and balance antar lembaga negara. Fungsi saling mengontrol pasti tidak bisa maksimal jika sejumlah jabatan publik dikuasai satu keluarga besar.

Padahal, untuk menyemai nilai-nilai demokrasi, fungsi kontrol penting. Jika kontrol terhadap pemerintah lemah, terjadilah budaya kolutif dan koruptif.

Di atas sudah dijelaskan bahaya politik dinasti yang dapat merusak tatanan negara kita ini. sama-sama mencegah politik dinasti melalu pemilihan umum tahun 2024 ini dengan cara belajar politik sehingga kita menjadi masyarakat yang melek akan politik.

Dinasti politik seperti virus covid yang menyerang elit politik Indonesia melalui indahnya kekuasaan dan gemerlapnya jabatan untuk kepentingan dunia sesaat[*].

MMNews terdepan, terpercaya, bahagia melayani : 📱berita 📱iklan 📱bisnis, hubungi 085223299211/083896692748

https://vt.tiktok.com/ZSN6vA7rX/

On Trend

Terpopuler