
Oleh Labai Korok Piaman
Para generasi muda atau generasi gen z sekarang banyak yang tidak tahu dengan tradisi Minangkabau terkhusus tradisi Piaman pada bulan Ramadhan ini, tradisi yang selalu dipakaikan.
Penulis setiap bulan Ramadhan selalu mengangkat tema “Maanta Pabukoaan Karumah Mintuo” ini sebagai bahan bacaan anak gadih Piaman yang akan menghadapi kehidupan setelah balaki (bersuami).
Salah satu tradisi maanta pabukoaan, istilah maanta pabukoaan ini tidaklah hal asing sebenarnya, namun maulang-ulang “kaji” perlu juga Penulis jelaskan yaitu maantaan pabukoan ala Piaman adalah mengantarkan makanan, minuman atau kudapan lamak ke rumah mintuo (mertua) pihak laki-laki untuk dimakan disaat berbuka puasa keluarga laki-laki.
Tradisi ini dilaksanakan untuk menjaga hubungan kekeluargaan atau menjaga kedekatan antara keluarga menantu perempuan dengan keluarga suami dari masa kemasa.
Sebagai keluarga baru atau pasangan suami istri yang langgeng lama maka hubungan yang terjalin tentu saja tidak hanya antara dua orang perempuan dan laki-laki, melainkan juga antara dua keluarga besar suku masing-masing dari suami istri tadi.
Tradisi maantaa pabukoan ini merupakan budaya sosial atau ikatan saling membantu sangat lama, salah satu cara merekatkan dua keluarga dan mempererat hubungan istri dengan keluarga suami yang juga dinamakan urang sumando.
Tradisi ini dilakukan oleh perempuan Minangkabau terkhusus urang Piaman, kegiatan ini satu kali dalam setiap bulan Ramadan. Tapi budaya maantaa ini juga terjadi di bulan lain seperti di Piaman ada namanya bulan sambareh maka pihak istri mengantar makan sambareh, bulan lamang iya juga, Maanta lemang.
Budaya Piaman mantaa tersebut, sang menantu mantaa atau membawa pabukoan ke rumah mertua dengan menggunakan rantang atau jamba yang dijunjung, jika suami istri itu baru ramadhan pertama dijalani maka mantaa tersebut akan sangat banyak, setiak keluarga laki-laki, tidak hanya mertua akan dapat jugaa pabukoaan tersebut.
Isi dari rantang atau jambaa tersebut diisi dengan lauk pauk yang lengkap makanan beratnya seperti gulai ayam, gulai ikan, gulai kurma, gulai kambiang, rendang ada juga, terkadang ada gulai pangngek ikan dan telur mata sapi, intinya semua makanan yang enak di Piaman dibawakan.
Tidak luput pabukoan dalam bentuk makanan ringan seperti lapek kampuang aroo, lapek bugih, onde-onde, sala lauk dan hidangan manis seperti kanji, kolak pinukui dan makanan khas Piaman dan Minang lainya dibawa kan.
Terkadang Penulis berpikir Pemda dalam hal ini perlu juga dilakukan pencatatan paragihaan maantaa pabukoan ini ditengah masyarakat yang akan dicatat oleh mosium muri atau lulus muri.
Atau diadakan perlombaan khusus, namun perlu kita catat bahwa mantaan pabukoan ini merupakan kebanggaan bagi mertua laki-laki terhadap menantu yang selalu hadir setiap bulan ramadhan kerumahnya.
Penulis ingat sekali almarhum amak (orang tua) berkata kalau “waang (kamu) kababini (beristri) cari lah urang Piaman (gadis Piaman) agar adai (adat), budaya hidup dikeluarga waang (kita) ini yaitu adai bajapui, adai uang hilang, adai maantaan masuk juga disitu.
Namun catatan bagi anak gadis Piaman, walaupun memiliki tugas selalu maantaan pabukoan kerumah mertua, barang tentu danannya tetap dari apak pajaa (suami), jika menantu tidak melakukan budaya maanta pabukoan kerumah mintuo (mertua) berarti suaminya sendiri yang tidak mengasih uang atau dana untuk bahan yang diantar tersebut, berarti laki Piaman dak baradaii wee (kita)