
GADIS MINANG HARUS BERHIJAB: MARWAH ADAT DAN SYARAK TAK BOLEH DILUPAKAN
Mimbar-minangnews.com | Tulisan Labai Korok di atas patut menjadi peringatan keras bagi kita semua: jangan sampai marwah adat dan syarak orang Minangkabau terkikis oleh arus globalisasi yang membius tanpa batas. Gadis Minang bukan hanya perempuan yang lahir di ranah Minang, tapi juga pewaris nilai luhur Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah — falsafah yang menegaskan bahwa adat dan agama tidak bisa dipisahkan.
Maka ketika seorang gadis Minang tampil membawa nama Minangkabau, Sumatera Barat, atau bahkan sekolah dan lembaga daerahnya di pentas nasional dan internasional, ia bukan sekadar individu, tapi utusan nilai, budaya, dan harga diri kaum adat serta umat Islam.
Menutup aurat dengan hijab bukan pilihan pribadi semata, melainkan kewajiban moral dan spiritual bagi setiap perempuan Minang yang ingin tetap berakar pada jati diri bangsanya.
Apalagi, dunia internasional sudah membuktikan bahwa berhijab bukan halangan untuk berprestasi. Khadija Omar dari Somalia dan Ravena Wulandari dari Aceh telah menunjukkan bahwa kemuliaan tidak berkurang karena jilbab — justru bertambah karena kehormatan.
Karena itu, langkah ke depan harus tegas:
Setiap gadis Minang yang tampil membawa nama daerah dan budaya Minangkabau wajib menjunjung adat dan syarak. Jika tidak ingin tunduk pada nilai-nilai itu, jangan bawa nama Minang di panggung mana pun.
Buya Hamka pernah menasihati:
“Kemajuan bukan berarti meninggalkan agama, dan kemodernan bukan berarti membuka aurat. Perempuan yang menjaga kehormatannya adalah tiang yang menegakkan rumah bangsa.”
Maka, marwah dan martabat urang Minang hanya akan tegak bila adat dan syarak dijaga dengan penuh kesadaran dan kebanggaan.
Berhijab bukan beban, tapi mahkota kemuliaan gadis Minang.
