
Oleh Labai Korok
Mimbar-minangnews.com | Adat Piaman (Padang Pariaman, Kota Pariaman, Tiku, Padang) saat ini telah dibuat opini negatif oleh orang tidak paham adat, bahwa ada katanya adat Piaman perempuan wajib membeli laki-laki Piaman untuk dijadikan suami.
Andaikan pihak keluarga atau pengantin perempuan itu tidak membayar uang japuik/jemputan sebesar 2 milyar rupiah, maka akan batal semua proses perkawinan tersebut, dan ada kejadian seorang calon anak daro, perempuan akhirnya gantung diri karena tidak sanggup melunasi.
Artinya terkesan dalam adat Piaman ada tradisi transaksi jual beli tersebut, ini terkesan kewajiban pihak perempuan “membeli” calon suami agar pernikahan dapat berlangsung, ini juga seperti transaksi bisnis Pekerja Sex Komersial moderen.
Kesimpulan uraian diatas tidak lah benar urang padusi/perempuan membeli laki-laki Piaman untuk dijadikan suami. Tentu opini itu sangat salah, jika ada laki-laki Piaman dalam otaknya kalau menikah/baralek nanti beliau harus dibeli oleh padusi/perempuan, pemikiran itu bejat.
Penulis melihat budaya bajapuik/uang jemputan itu sudah jadi standar bagi urang laki-laki Piaman untuk menikah. Penulis tegas budaya itu tidak lah benar, andaikan ada dipakai selama ini oleh urang Piaman, keadaan itu perlu diluruskan, apa adat bajapuik/uang jemputan itu sebenarnya.
Tradisi bajapuik/uang jemputan merupakan katagori “adat nan diadatkan” atau adat umpamo adat, yakni sesuatu yang dirancang, dijalankan serta dilanjutkan oleh nenek moyang yang pertama di Minangkabau untuk menjadi peraturan bagi kehidupan masyarakat dalam segala bidang.
Namun “adat nan diadatkan” ini boleh dihilangkan jika sudah mengarah pada kondisi melanggar agama Islam atau dasar adat yaitu adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah.
Perlu diluruskan, asal mu asal uang jemputan atau bajapuik laki-laki Piaman itu terjadi sekedar bantuan karena pihak laki miskin, perandaiannya perempuan mau, serta bersedia memberikan sesuatu dalam bentuk uang atau barang pada laki-laki Piaman. Kejadian ini hanya apresiasi keluarga perempuan terhadap menantunya atau bentuk sayang perempuan pada laki-laki Piaman yang dijadikan suami.
Kisahnya dahulu uang japutan/bajapuik ini, ada keluarga perempuan bangsawan/kaya tertarik dengan laki-laki Piaman namun kondisi keluarganya miskin dan tidak bangsawan, Nah keluarga perempuan bangsawan/kaya ini ingin juga kaki-laki Piaman miskin itu jadi menantu, tentu secara kelas kehidupan tidak sebanding atau tidak setara.
Apalagi nanti akan diadakan baralek gadang, dengan memakai prosesi adat Piaman tentu nampak ketimpangannya, bisa-bisa laki-laki Piaman tersebut tidak dapat menyelenggarakan barelah gadang dipihak laki-laki Piaman karena miskin tadi.
Maka untuk menjaga kesetaran kasta atara padusi bangsawan/kaya tadi tumbuhlah ide agar laki-laki Piaman ini dibantu dalam bentuk uang dan barang, nah kejadian ini menjadi prosesi adat namanya bajapuik atau sekarang disebut uang jemputan.
Saat proses awal adat bajapuik, uang ini digunakan oleh laki-laki Piaman tersebut untuk keperluan baralek, sekarang dinamakan uang dapuie atau uang dapur. Dananya diterima oleh laki-laki Piaman murni untuk biaya baralek, agar dapat menyeimbangkan mewahnya baralek anak daro.
Namun akhir-ahir ini uang jemputan itu ada juga uang hilang, selain uang dapur tadi. Uang hilang ini permainan laki-laki Minang dengan mamaknya, dimana uang hilang ini masuk kekantong pribadi Laki-Laki Piaman dan mamak laki-laki yang mengurus proses pernikahan atau baralek tersebut.
Karena ada uang hilang, ini kondisi yang menyebabkan harga japutan laki-laki Piaman tersebut menjadi mahal dan berakibat hilang esensi awal uang jemputan, kesimpulan sudah mengarah ke komersialisasi laki-laki Piaman dihargai tinggi.
Menurut Penulis, nilai awal adat bajapuik itu mulya karena laki-laki Piaman ini miskin, dijadikan menantu oleh orang kaya, dengan iklas membantu laki-laki Piaman itu untuk mengadakan pesta atau baralek yang acara sama megah dua belah pihak yaitu laki-laki dengan perempuan.
Namun yang merupakan nilai proses awal adat bajapuik/uang jemputan itu karena adanya budaya uang hilang untuk laki-laki dan mamak laki-laki tersebut, tentu standar uang untuk laki-laki bisa macam tolak ukurnya, kalau laki-laki itu kaya, tentu beliau dan mamak bisa mintak uangnya banyak seperti kasus uang jemput 2 milyar tersebut. Buat apa uang 2 milyar tersebut, untuk biaya pesta, dikontrak pulau Ando untuk baralek dak akan habis uang 2 milyar tersebut, berarti uang 2 milyar tersebut ada uang hilang didalamnya.
